JAKARTA,
REALITA Online —
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan 162 WNI yang tergabung dalam
Komite Aksi Pekerja Rumah Tangga.
Majelis
hakim menyatakan selama ini pemerintah dan DPR telah melakukan upaya maksimal
untuk pelindungan pembantu rumah tangga.
"Menolak
gugatan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Herdi Agustein
saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 7 Februari
2012.
Menanggapi
putusan tersebut, penggugat menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak
mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh penggugat, baik program
legislasi nasional, Rencana Aksi Nasional Hak asasi Manusia (Ranham), dan
pengalaman pembantu rumah tangga dalam negeri dan luar negeri yang dihadirkan
dalam persidangan.
"Mereka
semua menyatakan bahwa ada sejumlah kekerasan yang dialami PRT yang disebabkan
kebijakan di dalam negeri yang masih minim. Hal tersebut tidak dipertimbangkan
sama sekali oleh majelis hakim dalam putusannya. Terlihat sekali keberpihakan
majelis hakim yang hanya mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan oleh para
tergugat," ujar Kuasa Hukum Penggugat, Restaria.
Penggugat
menyatakan banding atas putusan ini. "Buat kami pemerintah dan DPR RI
telah lalai untuk menciptakan kebijakan perlindungan buruh migran,"
ujarnya.
Seperti
diketahui, pada 5 April 2011, sebanyak 162 WNI yang tergabung dalam Komite Aksi
Pekerja Rumah Tangga mengajukan gugatan kepada pemerintah dan DPR RI. Tak semua
penggugat berprofesi sebagai pembantu, ada juga aktivis, akademisi, dan bahkan
kelompok majikan.
Negara
dianggap gagal dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak pekerja
rumah tangga, domestik maupun migran. Sebagai pihak tergugat adalah Presiden
RI, Wapres, Menlu, Menkumham, BNP2TKI, dan DPR RI.
Para
penggugat meminta pihak tergugat membuat peraturan undang-undang yang
melindungi pembantu rumah tangga dan pekerja migran. VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar