Laman

HARTATI DIDUGA MENYUAP UNTUK JEGAL BISNIS ANAK AYIN *** DUA ANAK BUAH HARTATI MURDAYA TERANCAM LIMA TAHUN PENJARA *** ATURAN RSBI HARUS LEBIH RASIONAL DAN REALISTIS *** WASPADA, BANYAK JAMU DICAMPUR BAHAN KIMIA OBAT! *** BNPT: 86 % MAHASISWA DI 5 UNIVERSITAS TENAR DI JAWA TOLAK PANCASILA *** BNPB ALOKASIKAN RP80 MILIAR UNTUK PENANGGULANGAN KEKERINGAN ***

Selasa, 19 April 2011

Bupati Subang Terancam 20 Tahun Penjara

BANDUNG, ReALITA Online — Bupati Subang Eep Hidayat terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Senin, 18 April 2011. Jaksa penuntut umum mendakwa pria berusia 47 tahun itu telah menyelewengkan biaya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Kabupaten Subang tahun 2005 hingga 2008 senilai total Rp 14,29 miliar.

"Terdakwa terancam minimal 1 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara," ujar jaksa penuntut Slamet Siswanta seusai sidang pembacaan dakwaan jaksa dan eksepsi terdakwa di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (18/4) kemarin.

Dalam dakwaannya Jaksa menyebutkan, untuk realisasi Pajak Bumi dan Bangunan sektor pedesaan/perkotaan, perkebunan, perhutanan dan pertambangan selama tahun 2005 hingga 2008 senilai lebih dari Rp 332 miliar, Kabupaten Subang memperoleh alokasi biaya pemungutan pajak senilai Rp 14,9 miliar melalui rekening kas daerah di Bank Jabar Cabang Subang.

Biaya pemungutan atau upah pungut tersebut lalu dicairkan dan dibagikan berdasarkan Keputusan Bupati Nomor 973/Kep.604-Dipenda/2005 tentang Pembagian Biaya Pemungutan PBB. Rinciannya, pada tahun 2005 senilai Rp 1,95 miliar, pada 2006 senilai Rp 4,7 miliar. Lalu pada 2007 sebesar Rp 4,5 miliar dan pada 2008, Rp 3,13 miliar.

Total Rp 14,29 miliar dana tersebut lalu dibagikan kepada terdakwa sendiri selaku Bupati, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Dinas Pendapatan Daerah, serta para aparat penunjang operasional di tingkat kecamatan dan kelurahan.

Rinciannya, Bupati Eep mendapat bagian Rp 2,8 miliar, Kepala Dinas Pendapatan Daerah Agus Muharam Rp 1,3 miliar, Wakil Bupati Maman Yudia Rp 912,8 juta dan Sekretaris Daerah Bambang H Rp 912,8 juta. Adapun sisanya dibagikan kepada para aparat penunjang operasional di tingkat kecamatan dan kelurahan.

Jaksa mendakwa pembagian upah pungut tersebut menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.04/2000 tentang Pembagian dan Penggunaan Biaya Pemungutan PBB.

Biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan seharusnya digunakan untuk pembiayaan kegiatan operasional pemungutan pajak bumi dan bangunan. Selain itu menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1007/KMK.04/1985, pelimpahan wewenang penagihan PBB kepada Kepala Daerah tidak meliputi pajak untuk wajib pajak sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.

"Namun terdakwa telah membagi-bagikan dana biaya pemungutan pajak bumi dan bangunan untuk sektor pedesaan/perkotaan, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan tersebut sebagai tambahan penghasilan, tanpa berdasarkan pertimbangan yang obyektif dan tanpa persetujuan DPRD," kata jaksa penuntut lainnya, Bambang Sutrisna, saat membacakan dakwaan.

Jaksa menjerat Eep dengan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Juga subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

"Terdakwa telah memperkaya diri sendiri dan orang lain secara melawan hukum sehingga merugikan keuangan negara Rp 14,29 miliar," kata Bambang. Eep juga didakwa menyalahgunakan jabatan untuk keuntungan sendiri dan orang lain secara melawan hukum.

Atas dakwaan jaksa, terdakwa dan penasihat hukum langsung memohon kepada majelis hakim untuk langsung menyampaikan nota eksepsi atau keberatan. Ketua Majelis Hakim I Gusti Lanang lalu mengabulkan permohonan kubu Eep.

Dalam eksepsinya, Eep antara lain menyatakan bila dirinya sama sekali tak melakukan pelanggaran hukum terkait pembagian biaya pemungutan pajak.

Ia beralasan, pembagian dan penggunaan biaya pemungutan PBB diatur tersendiri oleh Kepmenkeu Nomor 83 Tahun 2000 dan Keputusan-Keputusan Menteri Keuangan lainnya tentang Penetapan Pembagian Hasil Penerimaan PBB antara Pusat dan Daerah. Aturan-aturan itu sudah langsung mencantumkan angka nominal Pembagian PBB dan biaya pemungutannya untuk Kabupaten Subang.

Selain itu, Eep menambahkan, biaya pemungutan PBB tersebut sudah termuat di dalam APBD Kabupaten Subang 2005 -2008 yang sudah disetujui DPRD Kabupaten Subang melalui Rapat Paripurna.

"Penjabaran APBD yang sudah ditetapkan oleh DPRD, cukup dilaksanakan melalui Keputusan Bupati dan tidak harus memperoleh persetujuan DPRD lagi,"kata Eep.

Hal itu, imbuh Eep, sesuai dengan aturan pelaksanaan tentang pengelolaan keuangan daerah dari Kementerian Dalam Negeri, yakni Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 serta perubahannya, Nomor 59 Tahun 2007.

"Terima kasih saya sudah dijebloskan ke penjara Kebonwaru, meski saya tidak bersalah. Musibah dan fitnah merupakan ujian keimanan," kata Eep.

Sementara itu, tim penasihat hukum Eep menilai dakwaan jaksa tidak cermat, tidak lengkap, dan tidak jelas karena tidak dilandasi peraturan yang memadai dan tidak memenuhi syarat formil ataupun materiil seperti diatur Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Mereka pun memohon Majelis Hakim untuk menolak dakwaan jaksa penuntut atas Eep. "Dakwaan jaksa harus batal demi hukum,"ucap Abdy Juhana, salah satu penasihat hukum Eep. TEMPO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar