
Direktur Utama Perum Jasa Tirta II pengelola Jatiluhur Eddy A Djajadiredja mengatakan penurunan tersebut disebabkan oleh kekeringan karena minimnya curah hujan. Akibat penurunan elavasi ini, bendungan yang terletak di Kabupaten Purwakarta Jawa Barat hanya mampu mengirim pasokan air 110 meter kubik perdetik atau berkurang 35 meter kubik perdetik.dari kebutuhan ideal 145 meter kubik perdetik
“Kebutuhan air di bawah seharusnya 145 meter kubik perdetik tetapi karena terjadi penurunan muka air 7 meter, hanya bisa mengaliri kebutuhan air 110 meter kubik perdetik,” ujarnya di Gedung Kementerian PU, akhir pekan lalu.
Beruntung kekurangan tersebut masih bisa diatasi dengan mengirim pasokan air dari sungai yang berada di sekitar waduk untuk mensuplai daerah irigasi seluas 3.000 hektar. “Sehingga tidak perlu lagi disupai dari Jatiluhuru,” katanya.
Untuk mengantisipasi penurunan tersebut, pihaknya telah membuat water treatment plan (hujan buatan) selama dua minggu hanya saja hujan tersebut tidak terlalu signifikan untuk bendungan Jatiluhur sebab sebagian besar memasok bendungan Sagulin dan Cirata yang berada di bawah Jatiluhur.
“Hujan ini akhirnya dihentikan karena melihat kondisi alam yang semakin kemarau apalagi yang diairi justru bendungan Sagulin dan Cirata.”
Oleh karena itulah, dia mengimbau pemerintah dan masyarakat untuk memelihara daerah konservasi. Bila perlu pemerintah daerah DKI Jakarta membayar biaya konservasi sebab 16 meter kubik air dari Jatluhur mengaliri kawasan industri DKI Jakarta.
Waduk seluas 8.300 hektar tersebut memiliki fungsi penyediaan air irigasi secara langsung untuk 240.000 hektar sawah (dua kali tanam setahun), air baku minum, budi daya perikanan dan pengendali banjir. Selain itu, Jatiluhur juga menyuplai air juga memasok kebutuhan air secara tidak langsung untuk daerah irigasi selatan Jatiluhur seluas 56.000 ha. Bisnis com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar