
"Kalau mau membeli di sekitar pantai ya harganya mahal karena sudah diecer. Tentu saja ini semakin membuat biaya kami melaut semakin besar. Nanti dampaknya kami menaikan harga ikan," ucap salah seorang nelayan Desa Pusakajaya, Kec. Cilebar, Mujiran (41), Selasa (11/10).
Mujiran mengatakan bagi nelayan yang masih punya biaya untuk melaut, harga solar yang tinggi di tingkat pengcer ya masih terpaksa dibeli. Sedangkan untuk nelayan yang terbatas biaya melautnya biasanya memilih untuk tidak melaut.
"Ini yang membuat kami semakin terjepit. Saat ini, cuaca sudah bersahabat namun justru solar yang bisa menggerakan mesin kapal untuk melaut malah langka," tuturnya.
Lebih lanjut Mujiran mengatakan dalam sekali melaut bolak-balik paling tidak satu perahu mesin membutuhkan biaya Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk membeli solar.
"Jika kami terpaksa membeli harga solar yang langka mencapai per liternya Rp 7.000 tentu saja kami akan merugi, dan jika harus ke kota dulu untuk membeli solar juga butuh biaya. Jadi kami serba salah," katanya.
Sedangkan, Ketua Kerukunan Nelayan Cilebar, Mihanasa (45) mengatakan kondisi pendapatan ikan para nelayan saat ini tidak begitu bagus dibanding tahun lalu,sehingga penghasilanpun sedikit sedangkan biaya tetap tinggi saat akan melaut nelayan memilih hanya melaut setengah hari mulai pukul 04.00 hingga 09.00 WIB. Padahal dalam kondisi normal, mereka melaut dari pukul 04.00 hingga 13.00 WIB.
Minahasa berharap rencana pemerintah untuk mendirikan stasiun pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi atau yang dikenal dengan Solar Peacked Dealer untuk Nelayan (SPDN), dapat segera terealisasi.
"Tahun lalu sudah ada kabar katanya akan dibangun stasiun pengisian bahan bakar khusus nelayan. Namun, sampai sekarang belum ada. Kami harapkan kabar tersebut tidak kabar angin belaka," ujarnya. PRLM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar