Laman

HARTATI DIDUGA MENYUAP UNTUK JEGAL BISNIS ANAK AYIN *** DUA ANAK BUAH HARTATI MURDAYA TERANCAM LIMA TAHUN PENJARA *** ATURAN RSBI HARUS LEBIH RASIONAL DAN REALISTIS *** WASPADA, BANYAK JAMU DICAMPUR BAHAN KIMIA OBAT! *** BNPT: 86 % MAHASISWA DI 5 UNIVERSITAS TENAR DI JAWA TOLAK PANCASILA *** BNPB ALOKASIKAN RP80 MILIAR UNTUK PENANGGULANGAN KEKERINGAN ***

Minggu, 09 Oktober 2011

Teroris Punya Belasan Rumah Transit

JAKARTA, ReALITA Online — Perburuan terhadap jaringan pengebom Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Solo, membuahkan hasil. Tim penindak Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri sukses mencokok salah seorang buron lama kasus terorisme, Heru Komarudin. Setelah Heru diringkus, empat temannya juga ditangkap.

"Heru ditangkap saat sedang berdagang di kawasan Pasar Senen pada Sabtu pukul satu dini hari," kata Kadivhumas Polri Irjen Anton Bachrul Alam di kantornya pukul 10.00 atau sembilan jam setelah operasi kemarin (8/10). Heru dicokok tanpa perlawanan sama sekali. "Dia memang punya rekan berdagang di sana," tambahnya.

Sebelum menjadi buron kasus bom di Mapolresta Cirebon pada April 2011, Heru berjualan casing plastik HP, gantungan, serta aneka aksesori telepon seluler di kereta jurusan Jakarta"Cirebon. Setelah namanya resmi menjadi buron polisi, dia menghilang. Baru seminggu terakhir anggota Subden Investigasi Densus 88 mendapat informasi bahwa Heru kembali nongol di Pasar Senen.

Segera setelah Heru ditangkap, tim lain yang memang sudah stand by on call masuk ke Perumahan Pondok Cipta Blok E No 167 Bintara, Bekasi Barat. "Kami menangkap empat orang lagi, Yahya dan istrinya, lalu Bowo dan istrinya," jelas Anton.

Empat orang tersebut masih berstatus terperiksa dan belum ditetapkan sebagai tersangka. "Untuk Heru, jelas tersangka karena DPO. Untuk yang lain, tunggu 7 x 24 jam," ujarnya.

Namun, sumber Jawa Pos di lingkup antiteror kepolisian optimistis dua di antara empat orang itu akan menjadi tersangka. "Yahya dan Bowo menyediakan safe house atau tempat perlindungan bagi DPO teroris. Itu sudah kena pasal UU Anti Terorisme. Kalau dua yang lain, yakni istrinya, mungkin hanya saksi," katanya.

Berdasar hasil rapat dan pendataan Sub Detasemen Analisis (Subdenanlis) Densus 88, rumah di kawasan Bintara, Bekasi, itu menjadi semacam tempat transit bagi kelompok Heru. "Mereka membangun kawasan basis di daerah-daerah pinggiran. Biasanya, cirinya, dekat jalan besar dan warga relatif tidak terlalu mengenal satu sama lain," jelasnya.

Rumah di Pondok Cipta yang kemarin digerebek itu juga tak jauh dari pintu tol Bintara yang menjadi jalur utama lintas Bekasi"Jakarta. Warga di sekitar rumah tersebut juga tidak curiga dan membiarkan aktivitas mereka yang berlangsung sejak sembilan bulan lalu.

Lokasi-lokasi semacam itu digunakan sebagai transit buron dan anggota kelompok tersebut secara berpindah-pindah. "Kadang hanya menginap semalam atau dua malam, lalu bergeser lagi," ungkap anggota Ikatan Keluarga Pratisara Wirya (alumnus Akpol 1992) itu.

Dia mencontohkan tersangka pengeboman JW Marriott Syaifudin Zuhri dan Dulmatin yang bersembunyi di kawasan padat Ciputat dan Pamulang. Mereka bisa leluasa bergerak karena warga di sekitar rumah sangat permisif atau cuek. Jumlah rumah model transit seperti itu banyak, lebih dari sepuluh. "Belasan. Ada yang kos-kosan, ada yang kontrakan. Ada yang dihuni sendiri, ada juga yang dipakai suami-istri seperti di rumah Yahya di Pondok Cipta ini," katanya.

Perwira itu menyebutkan, operasi Sabtu kemarin berlangsung mendadak. Sebab, kemunculan Heru yang sudah diintai di Pasar Senen baru terjejak sekitar pukul 23.00 (Jumat malam 7/10). "Dia mengaku sedang butuh uang dan hendak mencari pinjaman ke temannya di Pasar Senen. Istrinya baru saja melahirkan," jelasnya.

Tiga anggota Densus 88 lantas mengikuti aktivitasnya di sekitar Masjid Al Arif, Pasar Senen, yang memang lazim digunakan para pedagang untuk beristirahat. Ketika Heru beranjak pergi, sesaat sebelum menyeberang ke arah Stasiun Pasar Senen, petugas meringkusnya. "Sudah Pak, tangkap saja, saya lelah. Capek," ujar Heru sebagaimana ditirukan sumber Jawa Pos itu.

Setelah ditangkap, Heru langsung dibawa dengan mobil Fortuner menuju Pondok Cipta. Perwira itu lalu menelepon seorang kepala unit Densus 88 yang anak buahnya juga sudah siap di Pondok Cipta. "Rumah itu sudah diintai sepuluh hari," tuturnya.

Apa sebenarnya peran Heru" Diduga, dia ikut dalam rapat perencanaan bom masjid di Mapolresta Cirebon yang dilakukan M. Syarif. Heru juga mengetahui bahwa kelompok tersebut mempunyai amunisi bom siap pakai. "Nah, untuk yang Solo, dia mengaku tak tahu apa-apa. Tapi, ini masih kami kembangkan," ujarnya.

Heru juga ditangkap berkat wawancara mendalam terhadap Beni Asri, salah seorang tersangka yang ditangkap di Solok, Sumatera Barat, akhir September lalu. "Beni Asri sudah resmi kami tetapkan sebagai tersangka dalam kasus bom Cirebon," tegas Kadivhumas Polri Anton Bachrul Alam.

Dari hasil interogasi terhadap Beni yang juga teman Hayat (pengebom Solo), diperoleh keterangan bahwa masih ada bom-bom yang dititipkan. Sekitar seminggu setelah peledakan bom bunuh diri yang dilakukan M. Syarif, Musolah (sudah ditangkap) datang membawa ransel cokelat berisi bom milik Ishak (sudah tertangkap). Selanjutnya, oleh Musolah, tas tersebut dititipkan kepada Beni.

Tiga hari kemudian, Musolah datang lagi dengan membawa ransel biru tua. Dari ransel itu, dia mengeluarkan barang yang dibungkus sajadah dan kemudian dimasukkan ke tas cokelat.

Sekitar seminggu kemudian, Musolah menghubungi Beni via SMS yang berbunyi, "Ben, yang di tas dibuang saja". Selanjutnya, Beni menjawab, "Yoi". Namun, Beni tidak membuang tas tersebut karena dia berpikir bahwa benda di dalam tas tersebut adalah bom.

Lima hari kemudian, Heru Komarudin datang ke rumah Beni dan bertanya, "Ben, titipan Musolah sudah dibuang belum?" Beni menjawab, "Belum." Selanjutnya, Heru mengatakan, "Ya sudah, besok aku ambil. Aku saja yang buang."

Sebelum dibuang, Beni dan Heru sempat membuka ransel tersebut. Ternyata, isinya adalah 10 buah rangkaian bom berbentuk pipa putih sepanjang 20 cm. Rangkaian itu disatukan dengan lem dan dikaitkan dengan lakban hitam. Juga, rangkaian dengan kabel-kabel yang dibungkus sajadah biru. Ada pula bahan bom berupa satu pak korek api kayu jumbo, baut, serbuk hitam keabu-abuan, dan serbuk merah. Setelah dirapikan, ransel itu dibawa pergi dari rumah Beni.

Menurut Anton, orang-orang tersebut pernah menjadi anggota Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), namun kemudian keluar. "Mereka lalu bergabung dengan kelompok yang dinamai Tauhid Wal Jihad," jelas mantan Kapolda Jatim tersebut.

Saat ini, masih ada dua buron lagi yang dikejar. Yakni, Nanag Ndut dan Yadi Al Hasan. "Kami yakin semua segera tertangkap," tegas jenderal berbintang dua itu.

Di tempat terpisah, Juru Bicara JAT Sonhadi menegaskan bahwa Beni Asri dan Heru Komarudin bukan anggota JAT. "Mereka sudah keluar, bahkan mengafirkan kelompok kami," ungkapnya.

Dengan begitu, lanjut dia, JAT tidak bisa dituntut atas aksi mereka. "Kami berlepas tangan atas perbuatan pribadi mereka. Sebab, memang sudah tidak ada kaitan," ujarnya. Sumber: JPNN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar