![]() |
ilustrasi rekenig gendut PNS |
JAKARTA,
ReALITA Online —
Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan
pegawai negeri sipil (PNS) muda rekening gendut jangan hanya dipandang berdiri
sendiri. Zainal yakin PNS muda itu bekerja secara kolektif.
“Rekening
gendut PNS muda jangan dipandang hanya gendutnya. PNS muda itu tak punya
wewenang apa-apa, yang punya kewenangan adalah atasan,” kata Zainal, Selasa 27
Desember 2011.
Jika hendak
mengusut kasus rekening gendut PNS muda, kata Zainal, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) harus mencari tindakan kejahatan yang dilakukan secara kolektif.
“Kalau ditelusuri dari PNS muda nggak bisa. Anak muda itu nggak ada kewenangan,
hanya operator atau penyimpanan sementara,” ujar dia.PNS Muda Rekening Gendut Bekerja Kolektif
Zainal
mencontohkan dalam kasus Gayus Tambunan. Mantan Pegawai Direktorat Jenderal
Pajak Kementerian Keuangan Negara golongan III A memiliki rekening puluhan
miliar karena melakukan tindakan korupsi yang merugikan negara dengan cara
bekerja sama dengan sejumlah penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun
sejumlah pejabat negara. “Kasus Gayus itu kolaborasi,” ujarnya.
Untuk mencegah
menjamurnya tren PNS muda rekening gendut, menurut Zainal, KPK dapat
menggunakan kewenangan pencegahan melalui sistem internal lembaga-lembaga
bersangkutan. “Apabila ditemukan ada celah, bisa mengajukan ke pemerintah atau
DPR untuk mengubah sistem internalnya,” kata Zainal.
Menyingung
adanya dugaan dana rekening gendut itu mengalir ke sejumlah pejabat daerah dan
digunakan untuk ongkos pemilu daerah, kata Zainal, sampai saat ini masih berupa
kecurigaan. “KPK yang harus membuktikan itu,” katanya.
Akhir-akhir
ini dugaan korupsi di kalangan PNS kembali menyeruak ke permukaan. Mereka yang
seharusnya melayani masyarakat malah diduga melakukan praktek korupsi. Beberapa
di antaranya bahkan termasuk kategori PNS muda dengan rekening kekayaan yang
mencurigakan. Dirjen Pajak, begitu pun PPATK, sudah melaporkan kasus ini ke
kepolisian. Namun laporan itu malah dihentikan (SP3).
Kasus terakhir
menyangkut dua pegawai Kementerian Keuangan DT dan TH yang diduga terindikasi
korupsi. Dalam laporan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pertengahan
2010 ditemukan bukti bahwa keduanya telah menerima suap lebih dari Rp 500 juta.
Keduanya juga ditengarai memiliki rekening mencurigakan dengan total hingga
miliaran rupiah. tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar