Laman

HARTATI DIDUGA MENYUAP UNTUK JEGAL BISNIS ANAK AYIN *** DUA ANAK BUAH HARTATI MURDAYA TERANCAM LIMA TAHUN PENJARA *** ATURAN RSBI HARUS LEBIH RASIONAL DAN REALISTIS *** WASPADA, BANYAK JAMU DICAMPUR BAHAN KIMIA OBAT! *** BNPT: 86 % MAHASISWA DI 5 UNIVERSITAS TENAR DI JAWA TOLAK PANCASILA *** BNPB ALOKASIKAN RP80 MILIAR UNTUK PENANGGULANGAN KEKERINGAN ***

Sabtu, 07 Januari 2012

Demi Segantang Beras, Para Ibu di Cilacap Geluti Serabut Kelapa


ibu-ibu bekerja menambang serabut kelapa
CILACAP, ReALITA Online — Para ibu-ibu di beberap desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, kini terpaksa menggeluti pekerjaan menambang serabut kelapa (tepes. red). Meskipun upah yang didapat tidak seimbang, pekerjaan itu mereka lakukan karena suami tidak punya pekerjaan menetap. Kalaupun suami ada pekerjaan, paling mendapat upah Rp.25 ribu per hari. Sementara kini harga kebutuhan pokok kian melambung terutama harga beras kini Rp 8 ribu per kilogram.
Pemantauan ReALITA Online di lapangan biaya hidup di tingkat perdesaan kini cukup tinggi membuat ibu-ibu rumah tangga bingung. Terutama pada saat fajar menyingsing anak-anak mereka yang  sekolah minta uang saku untuk bekal di sekolah. Itulah sebabnya , para ibu terpaksa menggeluti pekerjaan nambang serabut kelapa.
Menurut pengakuan mereka, setiap hari hanya mendapat hasil rata-rata Rp.10 ribu. Jumlah ini mereka sadari tidak sesuai karena mereka bekerja maulai pukul 8 pagi hingga 15.00 WIB. Ironis memang, sebab uang sepuluh ribu rupiah kini bisa beli apa ?
Meskipun demikian, para ibu di pedesaan di wilayah Kabupaten Cilacap masih bisa beraktivitas. Tanpa aktivitas yang ada saat ini, tak terbayangkan kemungkinan perbuatan yang bertentangan dengan hukum akan bisa terjadi akbat faktor ekonomi.
Di antara para ibu tersebut ada yang berminta TKI.Akan tetapi, terbentur pendidikan formal karena mereka rata-rata memiliki pendidikan formal hanya SD. Bhkan jadi pembantu rumah tangga sekalipun di kota besar, mereka bersedia. Kendalanya adalah siapa yang mengurus anak-anaknya.
Yang lebih mengharukan lagi, tidak semua ibu-ibu miskin itu memiliki kartu Jaminan Keseahatan Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pasalnya, karena birokrasi di pemerintahan desa kerap mengedepankan suka dan tidak suka.Akhirnya, bila mereka sakit atau anggota keluarganya, harus menjual apa yang bisa jadi uang untuk biaya pengobatan dan membeli obat.
Suti dan Kris nama samaran hanya bisa berharap kepada pemerintah bertindak cepat mengatasi harga beras supaya stabil kembali.
“Orang-orang miskin seperti kami ini sangat merasakan kenaikan harga beras. Pemerintah harusnya peka terhadap harga beras yang mencekik leher. Kalau lauk tidak ada masih bisa diatasi dengan garam. Tapi kalau harga beras melambung daya beli seerti kami tidak terjangkau, akan mengancam kelaparan besar- besaran. Pemerintah dan wakil rakyat seolah buta dan tuli,” ucap mereka dengan suara meledak-ledak.
Beras miskin (raskin) sebagai satu-satunya harapan mereka setiap bulan.Itu pun jenis beras yang mereka terima sering kali tidak layak dikonsumsi.Selain berwarna kuning dan kehitaman, juga Raskin sering berulat. Sudirin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar