ibu-ibu bekerja menambang serabut kelapa |
CILACAP,
ReALITA Online — Para
ibu-ibu di beberap desa di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, kini terpaksa menggeluti
pekerjaan menambang serabut kelapa (tepes. red). Meskipun upah yang didapat tidak
seimbang, pekerjaan itu mereka lakukan karena suami tidak punya pekerjaan
menetap. Kalaupun suami ada pekerjaan, paling mendapat upah Rp.25 ribu per hari.
Sementara kini harga kebutuhan pokok kian melambung terutama harga beras kini Rp
8 ribu per kilogram.
Pemantauan
ReALITA Online di lapangan biaya hidup di tingkat perdesaan kini cukup tinggi
membuat ibu-ibu rumah tangga bingung. Terutama pada saat fajar menyingsing anak-anak
mereka yang sekolah minta uang saku untuk
bekal di sekolah. Itulah sebabnya , para ibu terpaksa menggeluti pekerjaan nambang
serabut kelapa.
Menurut
pengakuan mereka, setiap hari hanya mendapat hasil rata-rata Rp.10 ribu. Jumlah
ini mereka sadari tidak sesuai karena mereka bekerja maulai pukul 8 pagi hingga
15.00 WIB. Ironis memang, sebab uang sepuluh ribu rupiah kini bisa beli apa ?
Meskipun
demikian, para ibu di pedesaan di wilayah Kabupaten Cilacap masih bisa
beraktivitas. Tanpa aktivitas yang ada saat ini, tak terbayangkan kemungkinan perbuatan
yang bertentangan dengan hukum akan bisa terjadi akbat faktor ekonomi.
Di antara para
ibu tersebut ada yang berminta TKI.Akan tetapi, terbentur pendidikan formal
karena mereka rata-rata memiliki pendidikan formal hanya SD. Bhkan jadi pembantu
rumah tangga sekalipun di kota besar, mereka bersedia. Kendalanya adalah siapa
yang mengurus anak-anaknya.
Yang lebih mengharukan
lagi, tidak semua ibu-ibu miskin itu memiliki kartu Jaminan Keseahatan
Masyarakat (Jamkesmas) maupun Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Pasalnya, karena
birokrasi di pemerintahan desa kerap mengedepankan suka dan tidak suka.Akhirnya,
bila mereka sakit atau anggota keluarganya, harus menjual apa yang bisa jadi
uang untuk biaya pengobatan dan membeli obat.
Suti dan Kris
nama samaran hanya bisa berharap kepada pemerintah bertindak cepat mengatasi harga
beras supaya stabil kembali.
“Orang-orang
miskin seperti kami ini sangat merasakan kenaikan harga beras. Pemerintah harusnya
peka terhadap harga beras yang mencekik leher. Kalau lauk tidak ada masih bisa
diatasi dengan garam. Tapi kalau harga beras melambung daya beli seerti kami
tidak terjangkau, akan mengancam kelaparan besar- besaran. Pemerintah dan wakil
rakyat seolah buta dan tuli,” ucap mereka dengan suara meledak-ledak.
Beras miskin
(raskin) sebagai satu-satunya harapan mereka setiap bulan.Itu pun jenis beras yang
mereka terima sering kali tidak layak dikonsumsi.Selain berwarna kuning dan kehitaman,
juga Raskin sering berulat. Sudirin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar