Laman

HARTATI DIDUGA MENYUAP UNTUK JEGAL BISNIS ANAK AYIN *** DUA ANAK BUAH HARTATI MURDAYA TERANCAM LIMA TAHUN PENJARA *** ATURAN RSBI HARUS LEBIH RASIONAL DAN REALISTIS *** WASPADA, BANYAK JAMU DICAMPUR BAHAN KIMIA OBAT! *** BNPT: 86 % MAHASISWA DI 5 UNIVERSITAS TENAR DI JAWA TOLAK PANCASILA *** BNPB ALOKASIKAN RP80 MILIAR UNTUK PENANGGULANGAN KEKERINGAN ***

Kamis, 02 Agustus 2012

Presiden SBY Diminta untuk Meminta Maaf


MEDAN, ReALITA Online  Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera Utara terus mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi pada tahun 1965-1966. 
Salah satunya adalah dengan segera menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM sebab pembiaran yang dilakukan pemerintah justru bakal menambah pelanggaran HAM yang terjadi.
"Setidaknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama kemanusiaan dan negara dapat sesegera mungkin meminta maaf kepada korban. Karena permintaan maaf kepada istri, anak, suami, dan keluarga koban adalah separuh bentuk pemulihan bagi luka korban," tutur Ketua Ikohi Sumut Suwardi di Medan, Selasa (2/8/2012).
Langkah meminta maaf sudah pernah dilakukan pendahulu SBY yakni Presiden Abdurrahman Wahid. "Sekalipun Gus Dur meminta maaf tidak atas nama negara, hal itu penting bagi korban. Setidaknya Gus Dur lebih mengendepankan sisi kemanusiaan daripada perdebatan politik saat pelanggaran itu terjadi," tutur Suwardi.
Ikohi Sumut menyatakan mendukung rekomendasi Komnas HAM yang telah cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat pada peristiwa 1965-1966.
Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.
Jaksa Agung diminta menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut dengan penyidikan. Komnas HAM juga merekomendasikan hasil penyelidikan diselesaikan melalui mekanisme nonyudisial.
Ikohi Sumut juga meminta pemerintan mencabut Undang-undang dan Peraturan yang mendiskriminasikan korban 1965. "Cabut seluruh UU dan peraturan yang mendiskriminasikan korban 1965," tutur Suwardi.
Sekretaris Ikohi Sumut Astaman Hasibuan menambahkan, pihaknya meminta presiden segera membuat kebijakan politik untuk memberikan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi pada korban serta mendesak presiden berdasarkan rekomendasi DPR segera membentuk pengadilan HAM Ad Hoc.
Wardik (64), salah satu korban 1965 di Sumut asal Padang Halaban, Labuhan Batu, Sumatera Utara meminta pemerintah merehabilitasi namanya agar ia bisa hidup normal.
Selama 11 tahun, dia hidup di penjara dengan berbagai penyiksaan tanpa pengadilan dan selama itu pula dia hidup dengan identitas lain supaya bisa diterima di masyarakat. kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar