MEDAN, ReALITA Online — Ikatan Orang Hilang Indonesia (IKOHI) Sumatera
Utara terus mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan pelanggaran hak asasi
manusia (HAM) berat yang terjadi pada tahun 1965-1966.
Salah satunya
adalah dengan segera menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM sebab pembiaran
yang dilakukan pemerintah justru bakal menambah pelanggaran HAM yang terjadi.
"Setidaknya
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas nama kemanusiaan dan negara dapat
sesegera mungkin meminta maaf kepada korban. Karena permintaan maaf kepada
istri, anak, suami, dan keluarga koban adalah separuh bentuk pemulihan bagi
luka korban," tutur Ketua Ikohi Sumut Suwardi di Medan, Selasa (2/8/2012).
Langkah
meminta maaf sudah pernah dilakukan pendahulu SBY yakni Presiden Abdurrahman
Wahid. "Sekalipun Gus Dur meminta maaf tidak atas nama negara, hal itu
penting bagi korban. Setidaknya Gus Dur lebih mengendepankan sisi kemanusiaan
daripada perdebatan politik saat pelanggaran itu terjadi," tutur Suwardi.
Ikohi Sumut
menyatakan mendukung rekomendasi Komnas HAM yang telah cukup bukti permulaan
untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan
pelanggaran HAM berat pada peristiwa 1965-1966.
Sembilan
bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan,
perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan
kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan
penghilangan orang secara paksa.
Jaksa Agung
diminta menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut dengan
penyidikan. Komnas HAM juga merekomendasikan hasil penyelidikan diselesaikan
melalui mekanisme nonyudisial.
Ikohi Sumut
juga meminta pemerintan mencabut Undang-undang dan Peraturan yang
mendiskriminasikan korban 1965. "Cabut seluruh UU dan peraturan yang
mendiskriminasikan korban 1965," tutur Suwardi.
Sekretaris
Ikohi Sumut Astaman Hasibuan menambahkan, pihaknya meminta presiden segera
membuat kebijakan politik untuk memberikan rehabilitasi, kompensasi, dan
restitusi pada korban serta mendesak presiden berdasarkan rekomendasi DPR
segera membentuk pengadilan HAM Ad Hoc.
Wardik (64),
salah satu korban 1965 di Sumut asal Padang Halaban, Labuhan Batu, Sumatera
Utara meminta pemerintah merehabilitasi namanya agar ia bisa hidup normal.
Selama 11
tahun, dia hidup di penjara dengan berbagai penyiksaan tanpa pengadilan dan
selama itu pula dia hidup dengan identitas lain supaya bisa diterima di
masyarakat. kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar