Laman

HARTATI DIDUGA MENYUAP UNTUK JEGAL BISNIS ANAK AYIN *** DUA ANAK BUAH HARTATI MURDAYA TERANCAM LIMA TAHUN PENJARA *** ATURAN RSBI HARUS LEBIH RASIONAL DAN REALISTIS *** WASPADA, BANYAK JAMU DICAMPUR BAHAN KIMIA OBAT! *** BNPT: 86 % MAHASISWA DI 5 UNIVERSITAS TENAR DI JAWA TOLAK PANCASILA *** BNPB ALOKASIKAN RP80 MILIAR UNTUK PENANGGULANGAN KEKERINGAN ***

Jumat, 04 November 2011

Kehilangan Potensi Pendapatan Setiap Tahun Capai Rp 175 Miliar

PALU, ReALITA Online — Sulawesi Tengah sebagai daerah hulu rotan, kehilangan potensi pendapatan hingga Rp 175 miliar per tahun, akibat pelarangan ekspor rotan setengah jadi.

Kehilangan terjadi, karena terdapat 80.000 ton potensi lestari rotan dengan nilai per kilogram Rp 2.500. Dengan pelarangan rotan, hanya sekitar 10.000 ton rotan yang bisa diproduksi, dan hanya 8.000 ton di antaranya yang terserap oleh industri di dalam negeri. Selebihnya, 70.000 ton, menjadi sia-sia dan kehilangan nilai ekonomi.

Wakil Ketua Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Sulteng Bidang Investasi, Jemmy Hoesan, mengatakan itu di Palu, Kamis (3/11/2011) petang, dalam pertemuan dengan Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulistyo.

Menurut Jemmy, pemerintah pusat seharusnya bisa adil dalam membuat aturan soal tata niaga rotan. Selama ini, pemerintah terkesan hanya berpihak pada kepentingan industri rotan di daerah hilir yakni di Pulau Jawa, tanpa melihat kepentingan pengusaha dan petani rotan di daerah hulu rotan.

"Ada 80.000 potensi lestari rotan di Sulteng, dan hanya 10.000 yang bisa diproduksi. Itupun hanya sekitar 8.000 ton yang bisa diserap oleh industri dalam negeri," katanya.

Ia menambahkan, fakta lain ada sekitar 24 jenis rotan yang tumbuh di hutan-hutan di Sulteng, dan paling banyak hanya empat jenis yang digunakan untuk industri di dalam negeri. Selebihnya, yakni jenis-jenis yang tidak dipakai di dalam negeri, justru laku di pasaran luar negeri.

Begitu juga dengan ukuran rotan yang tidak semua bisa digunakan di dalam negeri, tetapi punya pasar untuk ekspor seperti ke Eropa, China, Filipina, dan beberapa negara lain. "Kalau dilarang, jelas pengusaha dan petani rotan yang merugi," kata Jemmy.

Menurut Jemmy, saat ekspor rotan masih dibolehkan di Sulteng ada sekitar 43 usaha rotan yang tersebar di sejumlah kabupaten. Dari 43 usaha ini, rotan yang bisa di produksi mencapai 35.000 ton. Tapi sejak ekspor dilarang, banyak usaha yang gulung tikar dan tahun 2011 tersisa tujuh usaha dengan produksi sekitar 10.000 ton.

Jemmy berharap, pemerintah lebih adil dalam mengatur tata niaga rotan hingga tidak ada pihak yang dirugikan.

"Menteri Kehutanan, Menteri Perdagangan dan Perindustrian bisa berkunjung ke industri rotan yang ada di Pulau Jawa. Sebagai daerah hilir, kami minta agar bisa juga berkunjung pula ke Sulteng dan daerah hulu rotan lainnya, untuk melihat lebih dekat kondisi yang ada dan bisa lebih paham persoalannya. Kami mendukung perkembangan industri dalam negeri, tapi kami harap pengusaha dan petani rotan di daerah hulu, tidak dimatikan," katanya.

Terkait soal ini, ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulistyo, berharap, pemerintah mengkaji soal ini dengan mempertimbangkan bukan hanya kelangsungan industri rotan tapi juga pengekspor rotan serta petani rotan. Suryo meminta pemerintah mencari solusi, agar dalam tata niaga rotan, kepentingan semua pihak yang bergantung pada rotan bisa dilindungi.

"Kadin siap membantu menjembatani masalah ini dan mencari solusi. Sekarang yang perlu dilihat dillihat adalah data-data, apakah industri dalam negeri memang kekurangan bahan baku, apakah memang banyak produksi rotan yang tidak terserap. Harus jelas, berapa sebenarnya yang dibutuhkan di dalam negeri dan berapa banyak rotan yang bisa produksi, agar solusinya tepat dan tidak ada yang dirugikan," kata Suryo. kompas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar