Miranda S Goeltom bersaksi untuk Nunun Nurbaeti |
JAKARTA, ReALITA Online — Mantan Deputi Gubernur Senior
Bank Indonesia, Miranda Goeltom, mengaku tidak tahu dari mana asal 480 lembar
cek perjalanan yang mengalir ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat 1999-2004.
Pemberian cek perjalanan tersebut diduga berkaitan dengan pemilihan DGSBI 2004
yang dimenangkan Miranda.
"(Ditanya)
apakah tahu TC itu dari siapa, saya tidak tahu," kata Miranda seusai
menjalani pemeriksaan sekitar dua setengah jam di gedung Komisi Pemberantasan
Korupsi, Selasa (10/1/2012).
Dia diperiksa
sebagai saksi bagi tersangka kasus suap cek perjalanan, Nunun Nurbaeti. Menurut
Miranda, ihwal asal muasal cek perjalanan itu menjadi salah satu poin
pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya.
Selama
pemeriksaan, penyidik KPK mengajukan dua sampai tiga pertanyaan
kepada Miranda. Selain soal asal cek, Miranda mengaku ditanya soal
perkenalannya dengan Paskah Suzetta, anggota DPR 1999-2004. Kepada penyidik,
Miranda mengaku kenal Paskah sejak 1999, atau sebelum pemilihan DGSBI 2004 berlangsung
di DPR.
"Ditanya,
kenal Paskah atau tidak, saya bilang sudah kenal dari tahun 1999,"
ujarnya.
Keterangan
Miranda ini berbeda dengan pengakuan pihak Nunun yang mengatakan bahwa Miranda
minta diperkenalkan kepada anggota DPR 1999-2004 oleh Nunun sebelum fit
and proper test GSBI 2004. Kuasa hukum Nunun, Mulyaharja, mengatakan, Nunun
kemudian memperkenalkan Miranda kepada Paskah Suzetta, Endin Soefihara, Hamka
Yandhu, dan Udju Djuhaeri. Perkenalan dengan anggota DPR 1999-2004, kata
Mulyaharja, untuk memuluskan jalan Miranda.
Selebihnya,
Miranda yang mengenakan kemeja krem dan rok pendek itu enggan berkomentar.
"Semua sudah saya jawab ke KPK ya, nanti ditanya saja sama KPK,"
tuturnya saat ditanya apakah mengenal Nunun atau tidak. Dia juga hanya
tersenyum saat disinggung soal Artha Graha.
Dalam kasus
ini, Nunun disangka memberikan sejumlah cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004
untuk meloloskan Miranda sebagai DGSBI. Diyakini, Nunun tidak sendiri. Ada
pihak lain yang memodali pembelian 480 lembar cek perjalanan senilai Rp 24
miliar itu. Namun, siapa penyandang dana tersebut belum terungkap.
Asal muasal
cek berdasarkan fakta persidangan anggota DPR 1999-2004 yang terlibat kasus ini
terungkap bahwa cek perjalanan yang digunakan sebagai alat suap dalam kasus ini
dibeli Bank Artha Graha melalui Bank Internasional Indonesia (BII). Salah satu
saksi yang mengetahui asal usul cek perjalanan ini, yaitu Ferry Yen, meninggal
dunia.
Keterlibatan
Ferry dalam pusaran kasus ini bermula ketika pertengahan 2004, dia bersama PT First
Mujur Plantation dan Industry membuat perjanjian bisnis. Kedua pihak sepakat
membeli lahan seluas 5.000 hektar untuk perkebunan kelapa sawit senilai Rp 75
miliar di Sumatera. Dalam perjanjian itu, Firts Mujur menanggung 80 persen
biaya pembelian dan sisanya ditanggung Ferry.
Firts Mujur
kemudian mengajukan kredit berjangka ke Bank Artha Graha dan cair dana dalam
bentuk cek. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Ferry dalam bentuk cek
perjalanan yang nilainya Rp 50 juta per lembar. Namun, karena Bank Artha Graha
tidak menerbitkan cek perjalanan, mereka memintanya ke BII.
Kemudian entah
bagaimana caranya, 480 lembar cek perjalanan itu berpindah tangan ke Nunun dan
dialirkan ke anggota DPR 1999-2004 melalui orang dekatnya, Arie Malangjudo.
Terkait penyidikan kasus ini, KPK memeriksa sejumlah pegawai Bank Artha Graha.
Kemarin, KPK memeriksa Arie Malangjudo. Direktur PT Wahana Esa Sejati yang juga
orang dekat Nunun itu ragu jika cek dibeli dengan uang Nunun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar