![]() |
kerusuhan Bima |
JAKARTA,
ReALITA Online — Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan Bupati Bima Ferry Zulkarnain
diduga bertanggungjawab karena telah menerbitkan surat keputusan yang menjadi
pemicu terjadinya peristiwa kekerasan di Pelabuhan Sape, Sabtu (24/12/2011).
"Tuntutan
pencabutan SK Bupati terjadi pada awal Februari 2011, tidak mendapat tanggapan
dari Bupati. Shingga aksi demo melampiaskan emosi dan kekesalan dengan
melakukan pembakaran kantor Camat Lambu, rumah Dinas Camat dan beberapa mobil
dan motor," kata Ketua Tim Investigasi Kasus Bima yang juga anggota Komnas
HAM Ridha Saleh, di Jakarta, Selasa (3/1/2012).
Ridha
menyatakan, berdasarkan keterangan warga, keberadaan PT Sumber Mineral
Nusantara (PT SMN) yang diberi izin Bupati Bima dalam melaksanakan eksplorasi
mineral logam emas dan mineral dikhawatirkan merusak sawah, ladang, sumber mata
air dan pemukiman warga.
Izin bupati
itu berlaku untuk lima tahun dengan luas eksplorasi mencapai 24.980 hektare di
Kecamatan Sape, Lambu dan Langgudu.
Oleh karena
itu, Komnas HAM mendesak Bupati Bima agar segera mencabut Surat Keputusan (SK)
bernomor 188/45/357/004/2010 tertanggal 28 April 2010 itu.
"Kita
rekomendasikan dan mendesak SK 188 itu agar segera dicabut, karena berawal dari
SK itu lah peristiwa kekerasan di Pelabuhan Sape bisa terjadi," ujarnya.
Menurut Ridha,
sebagai kepala daerah, Bupati Bima seharusnya berunding dulu dengan masyarakat
maupun DPRD sebelum memberikan izin tersebut.
Ia menilai,
tuntutan warga Bima dalam persoalan ini, sangat wajar, karena mereka
memperjuangkan hak-haknya sebagai warga negara.
Bupati Bima
juga harus bertangungjawab dengan memberikan jaminan dan kepastian santunan
bagi para korban atau keluarga korban yang meninggal dunia ataupun luka-luka
serta harus menanggung semua biaya rumah sakit dan perawatan bagi warga yang
luka-luka dalam kasus tersebut.
"Mereka
juga harus melakukan rekonsiliasi dengan warga dan segera membangun kembali
kantor-kantor yang rusak pascainsiden bentrokan itu," ucapnya.
Selain itu,
Ridha menambahkan, Kapolda Nusa Tenggara Barat diduga bertanggungajwab secara
umum sehubungan dengan sampai terjadinya peristiwa kekerasan oleh aparat.
Begitu pula Kapolresta Bima.
"Karena
pada saat peristiwa bertindak sebagai penanggungjawab di lapangan sehingga
terjadinya peristiwa kekerasan serta tidak melakukan pencegahan yang efektif
guna menghindari jatuhnya korban jiwa yang meninggal dunia maupun yang
luka-luka,"ujar Ridha. ANT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar