kue keranjang |
JAKARTA, ReALITA Online — Kue keranjang memiliki
nama asli Nien Kao atau Ti-Kwee yang disebut juga kue tahunan
karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek.
Masyarakat Tionghoa mempercayai, pada awalnya, kue ini ditujukan sebagai
hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku agar membawa laporan yang menyenangkan kepada
Raja Surga Yu Huang Da Di. Selain itu bentuknya yang bulat bermakna agar
keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun, dan bulat
tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.
Berdasarkan cerita rakyat, Dewa
Tungku ini adalah arwah dari manusia egois yang tidak menghargai rezeki semasa
hidupnya. Hidupnya diakhiri dengan menggantung diri di dapur karena penyesalan
telah menyia-nyiakan rezeki dari dewa langit selama ia hidup. Sejak itulah
orang percaya bahwa jiwanya selalu menghantui dapur-dapur di rumah. Akhirnya
orang mulai menyembahyangi dia sebagai Dewa Tungku dan menganggapnya sebagai
utusan dari Kaisar Langit dan bertugas untuk menyelidiki perilaku setiap
manusia di Bumi melalui dapur rumahnya masing-masing.
Setiap akhir tahun tanggal 24
bulan 12 Imlek (atau h-6 tahun baru), Dewa Tungku akan pulang ke surga serta
melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Maka untuk menghindarkan hal-hal yang
tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan
yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka.
Jadi, jika ia melapor ke Raja
Surga, ia akan menyampaikan laporan yang baik-baik dari rakyat yang diawasinya.
Untuk menghindari murka Dewa Tungku, warga pun mencari bentuk sajian yang
manis, yakni kue yang disajikan dalam keranjang. Maka disebutlah kue keranjang,
yang sudah mentradisi setiap tahun disajikan untuk merayakan tahun baru Imlek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar