Hj. Nacah binti Ahmad |
KARAWANG,
ReALITA Online — Hj
Nacah dan Hj Kesih ahli waris H Ahmad, warga Desa Jayakerta, Kec. Jayakerta, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat, menuding Kades bersama Sekdes Sukasari Kec. Cibuaya,
Nurhasan Iyang dan Surnata menjual dua
bidang tanah darat milik H Ahmad kepada
H Sacim, Marsudin dan Enjoh. Sedangkan cap
jempol kedua putri alamrhum Ahmad itu didapatkan dengan cara ketika
penandatanganan akte waris tanah sawah seluas 4,5 ha yang terletak di Desa
Sukasari
Hj Nacah
mengungkapkan hal tersebut kepada ReALITA Online di kediamannya belum lama ini.
Bahkan ia telah melaporkan tindakan
kedua petinggi di Desa Sukasari itu ke Polisi Resor (Polres) Karawang dengan
surat laporan polisi No.LP/27/1/2010/jbr/res.krw karena dianggap melanggar
pasal 263 KUHP memalsukan surat-surat
tanah.
Hj
Nacah lebih lanjut mengatakan, sebelumnya mereka melakukan proses akte waris
atas tanah sawah seluas 4,5 hektare sebagai harta kekayaan peninggalan
ayah mereka H Ahmad. Sedangkan proses
akte ditangani oleh Kepala Desa Nurhasan Iyang. Akan tetapi, akte ahli waris
belum tuntas, ternyata mereka menyaksikan langsung bidang tanah darat yang terletak
di Kampung Sukasari dan Kampung Cikuida ada yang menempati dan telah berdiri bangunan rumah dan bengkel milik H
Sacim, Marsudin dan Enjoh.
Hj
Nacah pun menemui ketiga orang yang menempati bidang tanah untuk mencari
tahu ijin dari siapa mereka menempati
tanah darat tersebut. Menurut Hj Nacah ketiganya mengaku telah membeli dari
Surnata Sekretasris Desa Sukasari atas suruhan Kepala Desa Sukasari.
Suatu hari Nurhasan mendatangi
Hj Nacah di rumahnya untuk menyerahkan akte waris dan saat itu juga Hj Nacah
bertanya kepada Nurhasan: “Pak lurah, apa benar tanah darat milik orang tua
saya sudah dijual?” Kemudian Nurhasan menjawab: “Sudah, dan menurut keterangan
Hj Unah sudah dimusyawarahkan.”
Mendengar
ungkapan itu, Hj Nacah mengatakan bingung
karena pihaknya tidak pernah merasa melakukan musyawarah dengan sipapun. Karena
itu, kata dia lagi, dirinya balik menegaskan kepada kepala desa: “Saya dan
keluarga gak pernah tahu ada musyawarah untuk menjual kedua bidang tanah darat
tersebut. Apalagi menanda tangani persetujuan ahli waris.”
Walaupun
demikian Nacah tak bergeming bahkan mengingat kembali dan penuh curiga mengatkaan:
“Apakah tanah darat AJB-nya sudah jadi ketika pak lurah memintan SPPT tanah sawah
dan SPPT tanah darat?.” Akhirnya terbetik di benaknya untuk menemui Jumanta ke
rumahnya di Desa Kertarahayu. Sebab Jumanta adalah salah satu staf Kantor Pemerintahan Kecamatan
Cibuaya yang menangani proses pemberkasan AJB sebelum ditanda tangani Camat Selaku Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) di Kecamatan Cibuaya.
Rasa
curiga Hj Nacah tidak melenceng setelah mendengar ungkapan Jumanta bahwa AJB
atas kedua bidang tanah darat tersebut sudah ada--hanya camat belum menandatangainya.
Ia pun tidak berhenti
sampai di situ serta rasa penasaran menghantuinya. Kemudian bersama H Endang
menemui Marsanudin salah satu pembeli di kediamannya membenarkan bahwa ia membeli
tanah darat tersebut dari Sekretrais Desa Surnata seharga Rp.15 juta lengkap
dengan AJB No.128/jb/II/2010 yang diterbitkan pada 1 September 2010. Sedangkan
sisa tanah dibeli oleh Kepala Iyang.
Dilapor ke Polisi
Dikarenakan
sudah ada AJB, akhirnya Hj Nacah melaporkan kasus tersebut ke Polisi Resor
(Polres) Karawang dengan surat laporan polisi No.LP/27/1/2010/jbr/res.krw. Dua terlapor
Kepala Desa Sukasari Nurhasan Iyang beserta Sekretaris Desa Surnata. Kedua
terlapor ini dianggap melanggar pasal 263 KUHP kaena memalsukan surat-surat
tanah.
Akan
tetapi, sejak dilaporkan hingga sekarang sudah berjalan 22 bulan, realisasi laporan
tak kunjung ada alias dipetieskan. Karena itu, pelapor berharap kepada Kapolres
Karawang supaya segera menyidik perkara dugaan pemalsuan dan penggelapan tanah
milik orang lain dan menyeret para pelakunya
ke terali besi guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sementara Surnata
yang ditemui di kediamannya suatu hari mengatakan bahwa yang menjual dua bidang
tanah tersebut adalah Hj Unah ibunya Hj Nacah dan H Kesih. Surnata pun mengakui
dilanjutkan oleh penyidik karena tidak terbukti dan telah dihentikan.
Namun ketika ditanya
mengapa Kapolres Karawang tidak mengeluarkan SP3, “Saya juga sudah mengingatkan
pak lurah supaya diminta SP3, tapi tidak didengar. Lagipula perkara ini kan
sudah setahun, jadi sudah tidak ada masalah,” terangnya penuh percaya. esi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar